Saturday, December 24, 2011

Cintaku di sini...



Jabal Muqattam dari arah Makam Ibnu Athoillah As-Sakandari

Entri saya kali ini, ingin sangat saya bercerita tentang Jabal Muqattam.Tapi saya buntu untuk memulakan cerita.Teruja dengan kisah Jabal Muqattam saya jatuh cinta.

Jabal Muqattam ialah sebuah bukit di Kota Kaherah.Saya sempat ke sana minggu lalu semasa aktiviti jaulah maqam anjuran Unit Sambutan dan Rehlah Keluarga Pelajar-pelajar Islam Perak Mesir.Musyrif ditanya tentang nama Muqattam.Saya pun tidak pernah terfikir untuk tahu kenapa Muqattam.
Ada seorang peserta telah menerangkan kenapa Muqattam, dan saya mencari sumber-sumber lain untuk tambahan maklumat.

Asal nama Muqattam
Mengapa bukit tersebut disebut dengan Muqattam? Ada empat riwayat tentang asal usul nama Muqattam ini.

Riwayat pertama mengatakan, bahawa nama Muqattam diambil dari salah seorang keturunan Nabi Nuh yang bernama al-Muqattam bin Mashr bin Baishar bin Ham bin Nuh.
Menurut riwayat ini, al-Muqattam bin Mashr ini seorang hamba ahli ibadah. Ia menjadikan gunung tersebut sebagai tempat beribadahnya, dan kerana itu dinamakan jabal Muqattam.

Riwayat kedua mengatakan bahawa nama Muqattam ini dinisbahkan kepada seorang ahli kimia yang bernama Muqaithaam al-Hakim.
Ibrahim bin Wushaif Syah pernah mengatakan, bahawa ketika Mashrayim bin Baishar bin Ham bin Nuh menjadi raja di Mesir, para ilmuwan dan dukun-dukun istana (penasihat raja) mengkhabarkan bahawa di beberapa tempat di Mesir dan salah satunya di dalam Jabal Muqattam, terdapat barang-barang berharga dan harta karun yang tidak terhingga nilainya, mulai dari emas, berlian, batu fairuz dan lain sebagainya. Mereka juga menyarankan agar raja menggunakan cara kimia dalam menggali dan menemukan barang-barang berharga tersebut, agar lebih mudah dan tidak merosak benda-benda tersebut.

Raja Mashrayim lalu merujuk seorang ahli kimia terkenal saat itu yang bernama Muqaithaam al-Hakim. Dalam menjalankan tugasnya, Muqaithaam al Hakim menjadikan sebuah gunung yang letaknya di sebelah timur sebagai tempat meracik bahan-bahan kimia dimaksud. Dari situlah kemudian gunung tersebut dikenal dengan nama Muqattam sebagai nishbah kepada dirinya.

Riwayat ketiga, sebagaimana dikatakan oleh al-Bakry, bahawa gunung tersebut sudah sejak dulu diberi nama Muqattam dan tidak ada kaitan dengan hal-hal sebelumnya. Al-Bakry dalam hal ini berkata: “Al-Muqattam dengan dibaca dhammah huruf mimnya, dibaca fathah huruf keduanya (huruf qaf) dan ditasydid huruf tha’ nya adalah sebuah gunung yang berada di Mesir, tempat menguburkan penduduknya yang meninggal dunia”.

Riwayat keempat merupakan pendapat jumhur ulama sebagaimana ditulis oleh Dr. Suad Mahir Muhammad dalam bukunya Masjid Mashr wa Auliyaauhas Shalihun Juz 1 hal 49-mengatakan bahawa nama Muqattam ini diambil dari kata al-Qathmu yang berarti putus, gondol (al-Qath’u). Hal ini sesuai dengan keadaan gunung itu sendiri yang gondol tidak ada tanaman, pohon-pohon yang tumbuh di atasnya. Kerana tidak ada tanaman atau tumbuhan di atasnya itulah (gondol), maka kemudian gunung tersebut dikenal dengan sebutan Jabal Muqattam. Riwayat ini disampaikan di antaranya oleh Ali bin Hasan al-Hana’iy ad-Dausy sebagaimana dinukil oleh al-Maqrizi dalam al-Mawa’id nya.

Sebab gondolnya Jabal Muqattam
Jabal Muqattam yang nampak sekarang ini gondol tidak ada tanaman atau tumbuhan yang tumbuh di atasnya, dahulunya merupakan gunung yang hijau, rendang, banyak pohon-pohon dan tanaman bahkan ada beberapa sumber air di dalamnya. Hanya, setelah terjadinya dialog antara Allah dengan Nabi Musa di Gunung Thur Sina, Jabal Muqattam menjadi gondol seperti sekarang ini. Untuk lebih lengkapnya, berikut penulis sampaikan riwayat di bawah ini:

Imam Ibnu al-Kindy dalam bukunya Fadhail Mashr al-Mahrusah menuturkan sebuah riwayat:: Suatu hari Amru bin Asr bersama Muqauqis--raja Mesir saat itu--berjalan di kaki gunung Muqattam.
Amru bin Asr kemudian bertanya: “Mengapa gunung kamu ini gondol tidak ada tanaman atau tumbuhan di atasnya tidak seperti gunung-gunung yang ada di Syam, dan bagaimana kalau kita alirkan di lembahnya air dari Nil lalu kita tanami pepohonan kurma?”

Muqauqis menjawab: “Saya menemukan beberapa keterangan dalam buku-buku bahawa dahulunya gunung ini adalah gunung yang paling banyak ditumbuhi pohon-pohon tanaman dan buah-buahannya, kerana itu al-Muqattam bin Mashr bin Baishar bin Ham bin Nuh menjadikannya sebagai tempat tinggal.

Suatu malam, di mana pada malam tersebut Nabi Musa as bercakap-cakap dengan Allah, Allah berfirman: “Pada malam ini Aku baru saja bercakap-cakap dengan salah satu Nabi-Ku di atas salah satu gunung di antara kalian”.

Semua gunung saat itu tidak ada yang merendah dan mengecil, bahkan masing-masing membusungkan dan membesarkan dirinya—barangkali sebagai rasa iri mengapa bukan dia yang dijadikan tempat untuk bercakap-cakap tersebut-kecuali gunung Bait al-Muqaddas—dalam riwayat lain kecuali Jabal Tur Sina sebagaimana riwayat yang ditulis oleh Ibnu az-Ziyat dalam bukunya al-Kawakib as-Sayyarah fi Tartib az-Ziyarah hal 12. Ia mengecilkan dan merendahkan dirinya.

Allah lalu bertanya kepada gunung Baitul Muqaddas tersebut: “Mengapa kamu lakukan itu wahai gunung Baitul Muqaddas—dan Allah tentu lebih mengetahuinya?”

Gunung Baitul Muqaddas itu menjawab: “Sebagai rasa penghormatan dan pengakuan akan keagunganMu ya Allah”.

Allah kemudian memerintahkan semua gunung untuk memberikan sebagian kekayaan, seperti tanaman yang dimilikinya.

Semua gunung memberikan sebagian kekayaannya, kecuali Jabal Muqattam, ia memberikan semua yang dimilikinya, termasuk tanaman dan pepohonan yang tumbuh di atasnya sehingga tidak ada satupun tanaman, pepohonan yang tersisa sebagaimana nampak saat ini.

Ketika Allah mengetahui niat baik gunung Muqattam ini, Allah lalu berfirman: “Aku mengetahui niat dan kebaikanmu, kerana itu tanaman-tanamanmu ini akan aku gantikan dengan pohon-pohon dan tanaman-tanaman surga”.
Dalam riwayat al-Hatnaty dan lainnya sebagaimana dinukil oleh Ibnu az-Ziyat, Allah lalu berfirman: “Aku akan menggantikan apa-apa yang pernah ada di atas punggungmu itu, dan Aku akan menjadikan di kakimu itu tanaman-tanaman syurga”.

Keutamaan Jabal Muqattam
Imam Muwafiquddin bin Utsman dalam bukunya al-Mursyid mengatakan:

Maksudnya: “Apabila Anda hendak mengetahui mulianya sebuah lahan, maka lihat orang-orang yang dikuburkan di dalam lahan tersebut”.

Kemudian ia mengutip firman Allah dalam surat Thaha ayat 55 di bawah ini:
Ertinya: “Dari bumi (tanah) itulah Kami menjadikan kamu dan kepadanya Kami akan mengembalikan kamu dan daripadanya Kami akan mengeluarkan kamu pada kali yang lain” (QS. Thaha ayat 55).

Ungkapan Imam Muwaffiquddin di atas, hemat penulis, tidak berlebihan; di antara ciri dan tanda untuk mengetahui mulianya sebuah tempat adalah dengan melihat orang-orang yang dikuburkan di dalamnya. Baqi’ misalnya, merupakan lahan pekuburan yang mulia mengingat lebih dari 5 ribu sahabat Nabi saw dikuburkan di dalamnya. Bahkan, sebagian besar Ahlul Bait Nabi saw, seperti Fatimah az-Zahra, Imam Hasan, isteri-isteri, putera puteri Rasulullah saw, para ulama seperti Imam Malik, Imam Nafi’ dan lainnya dikuburkan di sana.
Pekuburan Uhud, pun demikian. Ia merupakan tempat dan lahan yang mulia karena lebih dari 70 sahabat Nabi saw yang gugur pada perang Uhud termasuk bapa saudara Rasulullah saw, Sayyidina Hamzah dan sepupu Rasulullah saw, Abdullah bin Jahsy, dikuburkan di sana.

Demikian juga dengan Jabal Muqattam. Lebih dari 500 orang-orang pilihan yang terdiri dari para ulama, orang-orang soleh dan sahabat Nabi saw, dikuburkan di kaki gunung Muqattam ini. Ini menunjukkan bahwa Jabal Muqattam-- termasuk lembah, kaki dan daerah sekitarnya--merupakan tempat mulia dan pilihan.


Antara makam-makam yang terdapat di Jabal Muqattam.





























Terdapat banyak riwayat yang menceritakan kemulian dan keistimewaan Jabal Muqattam ini, di antaranya adalah:


1. Abul Qasim Abdurrahman bin Abdullah bin Abdul Hakam dalam bukunya Futuh Mashr wa Akhbaruha (Juz 1 hal 274) menukil sebuah riwayat: Abdullah bin Solih berkata: Laits bin Sa’ad bertutur bahwa Muqauqis--raja Mesir saat itu—meminta Amru bin Asr agar menjual kaki Jabal Muqattam ini seharga 70 ribu dinar.


Amru bin Asr kaget mendengar hal itu, lalu ia mengirim surat kepada Umar bin Khatab yang saat itu menjadi khalifah menggantikan Abu Bakar as-Siddiq di Madinah menceritakan keinginan Muqauqis tersebut berikut menjelaskan keadaan kaki Gunung Muqattam yang hendak dibeli tersebut.
Umar kemudian menjawab surat Amru bin Asr tersebut: “Tanyakan kepadanya, mengapa ia berani membeli kaki Gunung tersebut dengan harga mahal padahal tidak ada tanaman sedikitpun, juga tidak ada sumber air—dalam riwayat lain disebutkan: tidak ada manfaatnya”.
Amru bin Asr lalu menanyakannya, dan Muqauqis menjawab: ‘Saya mendapatkan keterangan tentang kaki Gunung Muqattam ini dari buku-buku dahulu, bahwa di kaki Gunung tersebut terdapat tanaman-tanaman (atau taman) syurga”.
Amru bin Asr segera menyampaikan jawaban Muqauqis tersebut kepada Umar bin Khatab. Umar kembali mengkirim surat: “Kami tidak mengetahui tanaman-tanaman syurga itu melainkan bagi orang-orang mukmin. Kuburkanlah di kaki gunung tersebut setiap orang muslim yang meninggal, dan jangan kamu jual sedikitpun daripadanya”.
Amru bin Asr lalu melaksanakan perintah Umar bin Khatab tersebut. Muqauqis pun marah mendengar hal itu, lalu Amru bin Asr memberikan kepada Muqauqis secupak lahan dari kaki Jabal Muqattam ini yang ke arah Habasy (kini sekitar Fustath, Old Cairo bahagian utara), untuk dijadikan komplek pemakaman orang-orang Nashrani.
Orang yang pertama dikuburkan di kaki Jabal Muqattam ini seorang laki-laki dari suku Ma’afir—sebuah suku yang berasal dari negeri Yaman—yang bernama ‘Aamir.


2. Abu Sa’id Abdurrahman bin Ahmad bin Yunus dalam bukunya Tarikh Masr, menukil sebuah riwayat dari Harmalah bin Imran yang berkata: “'Amir bin Mudrik al-Khaulany bertutur: Sufyan bin Wahab al-Khaulany berkata: “Suatu hari ketika kami bersama Amru bin Asr di sebuah kaki Jabal Muqattam dan saat itu Muqauqis turut juga bersama kami, Amer bin Ash bertanya: “Mengapa gunung kamu ini gundul tidak ada tanaman atau pepohonan di atasnya tidak seperti gunung-gunung yang ada di Syam, dan bagaimana kalau kita alirkan di lembahnya air dari Nil lalu kita tanami pepohonan kurma?”
Muqauqis menjawab: “Saya tidak tahu. Namun Allah telah menjadikan kaya penduduknya dengan sungai Nil. Hanya saja, kami mendapati bahwa di kaki Gunung Muqattam ini terdapat sesuatu yang lebih baik dan lebih berharga dari itu.
Amru bin Asr segera bertanya: “Apa itu?”
Muqauqis menjawab: “Dikuburkan di dalamnya (di kaki Jabal Muqattam) satu kaum yang kelak akan dibangkitkan pada hari Kiamat tanpa dihisab terlebih dahulu”.
Amru bin Asr sepontan berkata: “Ya Allah, jadikan saya termasuk di antara mereka”.
Harmalah lalu berkata: “Saya melihat kuburan Amru bin Asr, Abu Bashrah al-Ghifary dan kuburan Uqbah bin Amir al-Juhany. Amru bin Asr juga memberikan sebidang kaki Gunung Muqattam kepada Muqauqis antara kuburan dan di antara mereka (tempat orang-orang Nashrani).


Imam Muwaffiquddin bin Utsman dalam bukunya al-Mursyid (Juz 1 hal 8) mengatakan bahwa: “Dalam beberapa buku disebutkan bahwa akan dibangkitkan kelak pada hari Kiamat dari kaki Gunung Muqattam ini 80 ribu pemimpin yang akan masuk ke dalam surga tanpa dihisab terlebih dahulu”.


3. Dalam sebuah riwayat disebutkan, ‘Iyas bin Abbas bertutur bahwa Ka’ab al-Ahbar pernah berkata kepada seorang laki-laki yang hendak pergi menuju Mesir: “Saya minta tolong ambilkan untuk saya sedikit tanah dari kaki Gunung Muqattam, kerana kami mendapatkan dalam buku-buku dahulu bahwasannya Allah telah mensucikan kaki gunung Muqattam tersebut yang dibatasi dari daerah Qashim sampai ke Yahmum”.
Lalu laki-laki itu membawakannya dalam sebuah tempat, dan ketika Ka’ab sedang sakaratul maut, ia meminta agar tanah tersebut ditaburkan ke dalam kuburnya terlebih dahulu sebagai upaya tabarruk (mengharap berkah) sebelum mayatnya diletakkan.


4.. DR. Su’ad Mahir Muhammad dalam bukunya Masajid Masr wa Auliyaauhas Shaalihun (juz 1 hal 50) mengatakan bahawa di antara riwayat yang dijadikan landasan sejarawan abad pertengahan sebagai alasan orang-orang Kristian memuliakan Jabal Muqattam ini dan alasan kuat mengapa Muqauqis berkeinginan kuat untuk membelinya adalah riwayat sebagaimana yang dituturkan oleh al-Qudha’iy: bahwa Nabiyullah Isa as bersama ibunya, Maryam, pernah melewati Jabal Muqattam ini.
Siti Maryam lalu berkata: “Puteraku, tadi kita telah melewati banyak gunung, akan tetapi tidak ada gunung yang lebih indah yang banyak mengeluarkan cahaya selain gunung ini”.
Nabi Isa as menjawab: “Ibu, kelak di gunung ini akan dikuburkan sekelompok ummat dari ummatnya Ahmad (maksudnya Nabi Muhammad saw). gunung ini adalah tanaman-tanaman dan taman-taman syurga”.


Senada dengan riwayat di atas al-Maqrizi juga menukil sebuah riwayat dalam bukunya al-Mawa’izh wal I’tibar: Asad bin Musa berkata: “Saya mengantar satu mayat bersama Musa bin Luhai’ah. Kami lalu duduk di sekitarnya, lalu Musa bin Luha’iah mengangkat kepalanya memandangi Gunung Muqattam sambil berkata: “Sesungguhnya Nabi Isa as bersama ibunya pernah melewati Gunung Muqattam ini dengan memakai sebuah Jubbah yang terbuat dari wol yang tengahnya diikat dengan sebuah tali.
Ibunya lalu mengalihkan pandangannya menyaksikan dengan penuh asyik Gunung Muqattam. Nabi Isa lalu berkata: “Ibu, ini adalah tempat pekuburan ummat Muhammad saw”.


5. Imam al-Maqrizi demikian juga Imam Muwaffiquddin bin Utsman menukil sebuah riwayat bahwa dikisahkan bahwasannya ketika Nabi Musa as sujud, maka seluruh pepohonan dan tanaman yang berada di Gunung Muqattam juga turut sujud bersamanya.


6. Imam Muwafiquddin dalam bukunya Mursyiduz Zuwwar pernah mengatakan bahwa sebuah riwayat yang berasal dari al-Qudha’i mengatakan dalam kitab Taurat tertulis: “Apabila mendapatkan tempat suciku, maksudnya Lembah Musa (Wadi Musa) yang berada di Jabal Muqattam tepatnya di persimpangan batu-batu, maka ketahuilah bahawasannya Musa as pernah bermunajat kepada Allah di lembah tersebut”.


Sumber : UMI'S BLOG



No comments:

Post a Comment

KakiBlog